Cari Blog Ini

Senin, 30 Mei 2011

SEJARAH SINGKAT DESA GERIH


Desa Gerih terletak di wilayah kedinasan Perbekelan Abiansemal,Kecamatan Abiansemal,Kabupaten Badung. Keperbekelan Abiansemal terdiri dari dua desa adat,yakni Desa Adat Abiansemal dan Desa Adat Gerih.Secara geografis desa adat Gerih adalah desa pertanian.Karena diapit oleh tanah pertanian yang subur.Utara dan barat dan selatan  desa terbentang sawah yang luas,disebelah timur desa tegalan yang cukup luas.Diapit oleh dua buah sungai,Sungai Ayung dan Sungai Bangiang.Jarak ke Kepala Desa hanya 3 km.Jarak ke Kecamatan 5 km. Jarak ke Kabupaten Badung 5 km.
Nama Desa Gerih,dijumpai dalam Prasasti Bendesa Gerih yang berangka tahun icaka 1181,dan Prasasti itu bercap Majapahit.Dalam Prasasti itu tertulis menggunakan bahasa Jawa Kuna (Kawi Bali),…Dalam Sagening memerintahkan I Gusti Ngurah Mambal dan I Gusti Ngurah Pangeran Sukahet untuk pergi ke barat Swecapura,bersamaan dengan itu pergi pula cucunya Pasek Gelgel,Pasek Gaduh,Ki Sangging,Pande Tohjiwa,Ki Majengan,Temesi. I Gusti Ngurah Mambal menetap di pradesa Mambal, dan I Gusti Ngurah Pangeran Sukahet melintas sungai Ayung dan menetap di pradesa Grih (hurup Bali) dan selanjutnya I Gusti Ngurah Pangeran Sukahet menjadi akuwu di Tegal Lumbung (Grih).Keturunan I Gusti Ngurah Pangeran Sukahet,yang bernama Si Gde Duwara melanjutkan tugas ayahandanya menjadi Bendesa Grih untuk selamanya.
Grih ditengarai berasal dari bahasa Sansekerta Gr (kamus bahasa Sansekerta berarti “palace”= tempat tinggal ),Bahasa Kawi Gr berati “wesma”= tempat tinggal. Selanjutnya keturunan I Gusti Ngurah Pangeran Sukahet menggunakannya sebagai keturunan” Ki Bendesa Gerih” atau Bendesa Gerih untuk selamanya. Jadi nama Desa Grih lama kelamaan menjadi Gerih.
Desa Gerih terletak antara kerajaan Ubud disebelah timur,Kerajaan Mengwi di sebelah Barat dan Kerajaan Badung di sebelah selatan. Akuwu Tegal Lumbung (Gerih) memiliki tempat yang sangat strategis bagi ketika kerajaan itu.Desa Gerih menjadi rebutan ketiga kerajaan itu karena ,”wus punika malih ngewangun kayangan tiga,bale agung,gunung agung,muang pura melanting,muah pura taman kahyangan tiga kaparabin taman langgsia,puput pangaskaraning pura terepti kang pradesa,pada tan hana mambek iersia maling tan hana,palawija pada mupu,Sira Bendesa manggeh ngemban desa ning desa.Tan hana musuh saking dura negara “ Bendesa Gerih dalam keadaan sejahtera.
Kesejahteraan itu cukup lama dinikmati oleh seluruh warga.Namun ketika tahun 1876 terjadi perselisihan antara Kerajaan Badung dan Mengwi  yang berakibat terjadinya perang besar-besaran.Desa Gerih yang ketika itu dibawah kerajaan Mengwi ,para manca ikut berperang melawan “sikep” Badung.Kerajaan Mengwi kalah karena Ida Cokorde Mengwi   I Gusti Ngurah Agung Made wafat di Mengwitani,maka terjadilah penjarahan terhadap harta benda penduduk yang kalah perang. Desa Gerih menjadi bulan-bulanan sikep Badung dan akhiranya Desa Gerih dikuasai oleh sikep Badung (terdiri dari Sikep Tegal,Sikep Peguyangan,Sikep Padangsambian),seluruh harta benda dan desa dikuasai sepenuhnya.Ketika itu di tahun 1876 seluruh warga akuwu Tegal Lumbung ( Gerih) mengungsi ke desa-desa di seluruh Bali dengan “nyineb wangse”agar tidak diketahui oleh musuh. Sebagian ada yang menetap di Semate.Warga yang di Semate inilah kelak setelah aman kembali ke Desa Gerih dan mulai membangun desa Gerih kembali,dan sebagian besar menetap di  Br.Umahanyar,salah satu banjar dari tiga banjar yang ada yakni Banjar Tegal,Banjar Peguyangan .
Pada tahun 1945-1956 oleh Punggawa Distrik Abiansemal I Gusti Agung Gede Mayun  mengangkat salah satu warga Desa Gerih untuk dipercaya memimpin Desa Abiansemal-Gerih menjadi sebuah Perbekelan yakni I Gde Tunas,beliaulah pejabat pertama Perbekel Desa Abiansemal-Gerih.Suatu kebetulan pengangkatan itu permulaan terjadinya jaman revolusi pisik untuk merebut kemerdekaan Republik Indonesia dari tangan Belanda yang sebut NICA.Masyarakat Desa Gerih ambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan itu. Desa Gerih terhimpun dalam perjuangan kemerdekaan dan bergabung dengan laskar “W4” yang berkedudukkan di Gerih. Akibatnya seluruh warga Desa Gerih di jemur oleh NICA di Latu.Banyak putra bangsa yang gugur,dan yang dinobatkan menjadi pahlawan bangsa,antara lain I Gde Layod,I Gde Lemuh,I Wayan Cokot,I Made Mirib,dan sekarang dikuburkan di Taman Pujaan Bangsa Margarana. Tahun 1956 Desa Gerih menjadi Desa Adat dibawah Perbekelan Abiansemal,dengan Kelian Desa I Gde Tunas.Dan Kelian Dinas saat itu Pekak Warni dan I Wayan Rawa.
Tahun 1966 terjadi perobahan pemerintahan akibat terjadinya Gerakan G-30-S/PKI,Desa Adat Gerih tak luput dari perobahan itu.Yang terlihat jelas terjadinya perombakan Banjar yang pada mulanya tiga Banjar yakni Banjar Tegal,Banjar Peguyangan, Banjar Umahanyar ,dirobah menjadi dua Banjar yaitu Banjar Dirgahayu, dan Banjar Purwakerta,dengan alasan efektif dan efisien.
Demikianlah selintas kilas Sejarah Desa Gerih beserta perkembangannya.

Selasa, 10 Mei 2011

Membaca Bhagawad Gita Sama dengan Sembahyang

Oleh I Ketut Wiana
Adhyesyate ca ya imam
dharmyam samvadam avayoh
jnyanayadnyena tena'ham
istah syam iti me matih
.
(Bhagawad Gita XVIII.70).
Maksudnya: Dia yang senantiasa membaca percakapan suci kami ini (Bhagawad Gita) Aku anggap dia menyembah Ku dalam wujud Jnyana Yadnya (Yadnya dengan ilmu pengetahuan).
TRADISI membaca pustaka suci Bhagawad Gita nilainya sama dengan sembahyang memuja Tuhan. Setiap hari membaca Bhagawad Gita itu adalah sebagai suatu yadnya yang disebut Jnyana Yadnya. Apa yang dinyatakan dalam pustaka suci Bhagawad Gita itu adalah sabda Tuhan yang maha suci dan indah. Keindahan susunan kata-kata dalam hagawad Gita itu adalah bukan keindahan yang kosong atau keindahan hanya untuk keindahan. Keindahan kata-kata yang tersusun menjadi syair-syair sakral itu adalah keindahan untuk mengalirkan nilai-nilai kebenaran Weda sabda Tuhan kepada umat yang mau meyakini dan mendalaminya.
Demikian juga kalau syair suci Bhagawad Gita itu dikidungkan dengan Metrum Anustup. Syair Sansekerta dengan jumlah delapan suku kata umumnya tergolong metrum atau sejenis wirama yang tergolong anustup. Tidak banyak syairnya sampai sebelas suku kata yang tergolong tristup. Kalau tepat caranya melantunkan syairnya sebagai nyanyian suci, hal itu akan dapat menggetarkan daya spiritualitas. Memang tujuan Bhagawad Gita disampaikan pada Arjuna untuk membangkitkan kesadaran Arjuna dari keragu-raguan menghadapi Brata Yuda. Artinya kata-kata suci yang dirangkai menjadi syair-syair indah itu dapat menggetarkan hati nurani pembacanya sehingga muncul pikiran yang cerah dan mendalam.
Dengan aluran lagu suci dengan metrum anustup itu dapat menyejukan hati. Kondisi alam pikiran seperti itu akan dapat menghapus keragu-raguan dalam hidup. Dalam Bhagawad Gita IV.40 ada dinyatakan bahwa dunia ini bukan untuk mereka yang ragu-ragu. Munculnya keragu-raguan itu karena struktur alam pikiran tidak normatif. Idealnya struktur alam pikiran adalah indria yang sehat sempurna berada dibawah kendali pikiran (manah). Sedangkan pikiran yang cerdas berada dibawah kendali kesadaran budhi.
Dengan struktur yang demikian itu kesucian atman akan terpancarkan mewujudkan alam pikiran yang cerah. Selanjutnya kesucian atman pun akan mencerahkan kesucian pikiran, perkataan dan kebenaran perbuatan. Tujuan membaca dengan berulang-ulang sloka demi sloka Bhagawad Gita atau syair suci sabda Sri Krisna ini untuk menghilangkan keragu-raguan dalam hidup (samsya tma vinasyati). Menghilangkan keragu-raguan itu tidaklah gampang. Membutuhkan usaha yang terus menerus melakukan pencerahan diri.
Salah satu caranya denga terus menerus membaca pustaka Bhagawad Gita ini dan juga pustaka suci Hindu yang lainnya. Membaca-baca pustaka suci setiap hari terutama Bhgawad Gita adalah tergolong Resi Yadnya. Dalam Agastya Parwa dinyatakan sbb: ersi yadnya ngaranya kapujan sang pandita muang sang wruh ring kalingganing dadi wang. Artinya: Resi yadnya namanya berbakti pada Sang Pandita dan orang yang paham akan hakekat jadi manusia. Mengenai teks yang menyatakan: muang sang wruh ring kalingganing dadi wang, menurut pemahaman Prof. Dr. Ida Bagus Mantra bahwa teks tersebut harus diterjemahkan dengan setiap hari membaca teks-teks kitab suci seperti Bhagawad Gita ini sebagai bentuk bhakti kita pada Tuhan dan para Resi yang menyampaikan sabda Tuhan tersebut kepada umat.
Para resilah yang menyebarkan dengan cara-cara yang amat bijak sabda suci Tuhan itu pada umat manusia. Berbakti pada para Resi tersebut dengan ikut menyebarkan ajaran suci itu setidak-tidaknya pada diri kita sendiri terlebih dahulu. Setelah kita tidak ragu-ragu lagi dalam menjalani hidup ini barulah kita akan mantap menyebarkan kebaikan itu pada lingkungan sosial yang lebih luas. Menyebarkan ajaran suci yang terdapat kitab suci tergolong jnyana yadnya. Melakukan yadnya dengan jnyana nilainya dinyatakan lebih mulia dari Yadnya dengan harta benda.
Demikian dinyatakan dalam Bhagawad Gita IV.33. jnyana itu adalah ilmu pengetahuan suci yang dapat memberikan kesadaan rohani. Kehidupan duniawi ini akan menjadi cerah untuk memperoleh kebahagiaan apabila dikendalikan oleh kesadaran rokhani. Dari kesadaran rokhani tersebutlah berbagai dinamika hidup di bumi ini dapat diarahkan menapaki tahapan hidup Catur Asrama mencapai tujuan hidup yang disebut Catur Purusa Artha.
Membaca sloka demi sloka pustaka Bhagawad Gita sama dengan sembahyang. Hal ini tentunya jangan dibuat berdikotomi antara sembahyang dan membaca sloka Bhagawad Gita. Sembahyang dan membaca sloka tersebut seyogianya dipadukan sehingga memberi manfaat lebih dalam. Puja, japa dan seva dalam menghadapi kali yuga ini akan lebih efektif kalau didahului dengan membaca sloka Bhagawad Gita. Zaman kali prioritas beragama ditekankan pada puja artinya berbakti pada Tuhan.
Japa artinya mengucapkan mantram Weda dengan berulang-ulang. Dalam Sarasamuscaya 369 ada dinyatakan: palawuywa luyning kojaran sang hyang mantra japa ngaranya. Artinya: mengucapkan mantra dengan berulang-ulang itu japa namanya. Dengan membaca sloka-sloka Bhagawad Gita dengan sikap bhakti itu juga tergolong Japa. Hal itu di samping memberikan kita pengetahuan yang diutarakan dalam sloka-sloka Bhagawad Gita, sekaligus nilai spiritualnya kita akan dapat raih tahap demi tahap. Hal inilah yang menyebabkan nilai berulang-ulang membaca Bhagawad Gita setara dengan sembahyang.
Pencerahan demi pencerahan akan diraih kalau sloka-sloka Bhagawad Gita itu dibaca berulang-ulang. Apa lagi membacanya itu dengan sistem berkelompok disamping secara sendiri. Dengan berkelompok setiap sloka yang dibaca di dharma tulakan dengan renungan mendalam. Sloka-sloka Bhagawad Gita itu banyak juga kaitannya dengan ceritra Itihasa dan Purana. Cerita itihasa dan purana ada beberapa episodenya menjadi latar belakang perayaan hari raya Hindu di India maupun hari raya Hindu di Bali. Apalagi karya sastra Jawa Kuno memiliki keterkaitan dengan Bhagawad Gita tersebut. Pencerahan jiwa, ilmu pengetahuan dan keindahan yang akan didapatkan dengan membaca sloka-sloka Bhagawad Gita itu

Sabtu, 07 Mei 2011

Terjemahan BABAD KI BENDESA GERIH


Pujaan hamba yang pertama kali tertuju pada beliau yang sudah mencapai kelepasan (Moksa,ngilen).Dan lagi kepaaaaaada Bhatara yang sudah diresapi oleh kebenaran,kesadaran kebahagiaan
Seperti halnya terutama beliau Bhatara Kawitan yang dengan senang hati menganugrahi dan maafkanlah hamba,semoga tiada halangan,seluruh keturunan  Ki Bendesa Gerih,inilah nasehat atau Bisama Bendesa Gerih

Pada masa pemerintahan Dalem Segening di Swecapura ,disebutlah bahwa I Gusti Agung Pangeran Tangkas dinobatkan sebagai mahapatih dan pemuka pemerintahan.

Pada kala itu Ida Dalem menyelenggarakan upacara yadnya Pujawali Krama di Besakih,upacara yadnya itu adalah Eka Dasa Ludra.Ida Dalem Segening bersama keluarga keraton ketika itu menetap di Besakih,karena mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan yadnya.Entah berapa bulan lamanya.

Untuk mengisi kekosongan pemerintahan di Swecapura,Ida Dalem memerintahkan dan menunjuk I Gusti Agung Pangeran Tangkas menjalankan pemerintahan sebagaimana mestinya,dan sebelumnya Ida Dalem berkenan memberikan petunjuk-petunjuk bagaimana menjalankan pemerintahan supaya aman.Sebagai kepala keamanan Puri Swecapura meliau menugaskan Ki Mekel Gebagan sebagai pembantu I Gusti Agung Pangeran Tangkas.Selama beliau menjabat sebagai kepala pemerintahan,ketika itu wilayah kerajaan menjadi aman,karena beliau melaksanakan apa yang telah dititahkan oleh Ida Dalem,di samping beliau juga memadukan apa yang telah dilaksanakan dan menjadikan kebijaksanaan raja-raja terdahulu.
 Tiada diceritakan berapa lama Ida Dalem Segening menyelenggarakan upacara yadnya, maka selesailah sudah rangkaian upacara yadnya di Pura Besakih.Ida Dalem kembali menuju keraton Puri Swecapura. Setibanya beliau di Balai pertemuan,alangkah girang hati beliau,dengan tersenyum gembira manakala melihat suasana Keraton dalam keadaan aman serta tiada bedanya ketika beliau meninggalkan kerajaan terdahulu.
Diceritakan setelah Ida Dalem kembali ke Swecapura,maka I Gusti Agung Pangeran Tangkas menyerahkan kembali tampuk pemerintahan kepada Ida Dalem dan I Gusti Agung Pangeran Tangkas kembali menjabat sebagai patih dan beliaupun pulang ke karang Kepatihan untuk melaksanakan tugas sebagaimana biasa. Sekembalinya ki Pangeran Tangkas ke Karang Kepatihan,dijadikan kesempatan baik oleh Ki Mekel Gebagan yang selama ini ditugaskan sebagai kepala keamanan bersama teman-temannya mengadakan pesta pora dengan disertai mabuk-mabukan.Prilakunya ini menyebabkan Ida Dalem Segening amat murka,karena melalaikan tugas dan kewajiban seeperti yang dititahkan,akibat prilakunya ini ia patut dikenai danda pati.
Atas kebijaksanaan para pejabat keraton,akibat perbuatan Ki Mekel Gebagan yang menyebabkan wilayah keraton kurang aman,maka ia dijatuhi hukuman mati. Agar hukuman mati ini tidak menggemparkan maka Ida Dalem mengutus Ki Mekel Gebagan untuk menyampaikan swalapatra kehadaapan Ki Patih Pangeran Tangkas,dengan membungkus surat bertuliskan ajuawera atau sangat rahasia.Adapun bunyi surat ,” pa – pa – nin – nga – tu – se – li – ba – ne – te –tihyang artinya  orang yang menyerahkan surat ini agar dihukum mati oleh Pangeran Tangkas  karena sangat besar dosanya.
Orang yang diutus itu adalah Mekel Gebagan, dengan senang hati ia melaksanakan titah Ida Dalem.Sebagai abdi Dalem ia mohon pamit dengan langkah panjang menuju Karang Kepatihan.Tidak diceritakan dalam perjalanan.
Diceritakan I Gusti Agung Pangeran Tangkas sekembalinya dari Swecapura,beliau bertempat tinggal di Puri Kertalangu menggantikan I Gusti Pinatih yang kala itu sudah pergi karena dikalahkan oleh Bekis.
Dikisahkan selama I Gusti Agung Pangeran Tangkas memerintah beliau dianugrahi seorang putra yang lahir dari keturunan Arya Kanuruhan diberi nama I Gusti Tangkas Dimade,dan juga bergelah Ki Lukung Sakti.
Dalam pemerintaha beliau I Gusti Agung Pangeran Tangkas negeri dalam keadaan aman sentosa.beliau sangat masyur dalam olah tata praja, serta dicintai oleh masyarakat dan keluarganya.
Dikisahkan kembali orang yang melaksanakan titah Dalem, dialah Ki Mekel Gebagan.Tidak dikisahkan bagaimana perjalanannya sejak meninggalkan Keraton.Kini telah memasuki wilayah Kepatihan Kertalangu, perjalanannya sampai pada tujuan karena adanya petunjuk dari seorang Brahmana,ketika Brahmana itu menanyakan akan tujuan perjalanannya.
Utusan itu menjawab bahwa ia sedang melaksanakan titah Dalem Segening untuk menyampaikan sepucuk surat kehadapan beliau I Gusti Agung Pangeran Tangkas. Karena keingintahuan Sang Brahmana tentang maksud surat, maka diminta surat itu, kemudian dibacanya. Beliau sangat memahami isi surat itu,maka atas petunjuk Sang Brahmana, Ki Mekel Gebagan disuruh menunggu waktu yang tepat,yaitu pada saat tengah hari barulah surat itu boleh diserahkan kepada Pangeran Tangkas.Demikianlah hasil keputusan perundingan kedua orang itu.
Sebagaimana di Karang Kepatihan,Pangeran Tangkas istirahat setelah melaksanakan tugas sebagai maha patih. Beliau tertidur nyenyak di pamereman.Sedangkan putra beliau yang bernama I Gusti Tangkas Di Made,sejak muda remaja tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan kuat,yang memiliki kegemaran menyabung ayam, kala itu beliau duduk di Balai Peninjauan sambil mengelus-elus ayam kurungannya.
Tiba-tiba datanglah Ki Mekel Gebagan dengan girang hati,lalu mennghormat dan menyampaikan maksud kedatangannya ke Puri serta menanyakan di mana ayahandanya.Ki Lukung Sakti menceritakan bahwa ayahannda sedang tidur di peraduan, dan tidak berkenan membangunkannya. Oleh karena ayahandanya dalam keadaan tidur lelap.Mekel Gebangan menyampaikan maksud kedatangnya adalah untuk menyampaikan surat.Surat itu agar disampaikan kepada ayahandanya.
Selanjutnya Mekel Gebagan mohon pamit .Dengan tergesa-gesa dan sambil berlari-lari kecil manuju ke luar desa,entah kemana .Sepeninggal Ki mekel Gebagan,Ki Agung Pangeran Tangkas telah bangun dari peraduannya,kira-kira pukul dua sore. Pada saat itu putranya menyampaikan surat yang dititipkan Ki Mekel Gebagan kepada ayahandanya.Pangeran tangkas membuka surat itu dan langsung dibacanya. Setelah membaca dan memahami maksud surat yang di kirim oleh Ida dalem.Seketika itu juga wajah beliau menjadi muram,seperti bunga pucuk merah yang sedang diremas,betapa marah dan dukanya beliau. Agak lama beliau merenungkan maksud surat serta berpikir tentang kesalahan apa yang telah diperbuat oleh putranya selama ini.Pikiran beliau gundah gulana.
Sebaliknya putranya Ki Lukung sakti menjadi heran tatkala menyaksikan kesedihan ayahnya,lalu memberanikan diri untuk bertanya,apa yang menjadi sebab kesedihan yang secara tiba-tiba dialami olah ayahandanya.
Dengan senyum pahit yang dipaksakan Ki Pangeran Tangkas dengan suara memelas beliau berusaha bersabda dengan disertai cucuran air mata karena kasih sayangnya beliau kepada putra yang satu-satunya ini.Dengan suara yang menyayat hati disampaikan isi surat pemberian Dalem Segening kepada putranya.
Wahai anakku Ki Lukung Sakti I Dewa,alangkah amat sedih hatiku memikirkan nasibmu. Hanya nandalah satu-satunya keturunanku.Berdasarkan isi surat Dalem Segening yang disampaikan oleh utusan itu,…”barangsiapa yang menyampaikan surat  Dalem kepadaku,haruslah dibunuh,karena dosanya amat besar terhadap negara.Apabila ayahanda minta ampuman beliau,maka sebagai sangsinya ,tidak urung semua keturunan Tangkas akan dimusnahkanoleh Ida Dalem.
Demikianlah setelah mendengar isi surat Sang Prabu yang demikian tegas,lalu ki Lukung Sakti berpikir sejenak hatinya sangat bingung,linglung tanpa daya upaya,harus berbuat apa,sebagaiseorang yang mengindahkan tata susila sebagai suputra yang baik,haruslah melaksanakan apa yang dititahkan karena diyakini pasti ada sebab akibatnya,dan keputusaanya ia rela menjalani hukuman mati.
Oleh karena barangkali sudah takdir para leluhur bahwa tidak akan luput dari peristiwa kematian maka saat itu juga ki Pangeran Tangkas menghunus keris.Putranya Ki Lukung sakti menyadari akan dibunuh lalu beliau menyucikan diri seperti pelaksanaan menyucikan orang mati,sesudah selesai diupakarai lalu beliau menyembah ayandanya.Selanjutnya ki Pangeran Tangkas melaksanakan tugasnya,maka dibunuhlah putra satu-satunya itu di Balai Sumanggen.
Sesudah Ki Lukung Sakti menghembuskan bafasnya Ki pangeran Tangkas jatuh tersungkur sambil memeluk jenazah putranya itu,Betapa amat sedih hati beliau manakala melihat jazad putranya, seperti layaknya orang tidur nyenyak.Seperti halilintarpada sasih kapat,gemuruh isak tangis dari kaum keluarga ,kerabat kepatihan tidak dapat dibendung.ki Pangeran tangkas memeluk mayat putranya seperti tak akan dilepaskan.demikianlah seluruh warga kepatihan dirundung duka nestapa.Tidak diceritakan berapa lama kesedihan itu berlangsung.
Diceritakan di Kedatuan Swecapura,utamanya beliau Ida Dalem Segening sudah pula mendengar prihal kekeliruan pelaksanaan titah Dalem oleh Ki Pangeran Tangkas,bahwa surat itu telah menimbulkan salah pengertian.Yang mestinya dihukum mati adalah Ki Mekel Gebagan pembawa surat.Atas kekeliruan itu timbulah rasa kasih sayang beliau Dalam Segening.Beliau ingin menganugerahkan balas jasa pada Ki Pangeran Tangkas akan kesetiaannya di samping keinginan beliau untuk menghibur hati Ki Pangeran Tangkas kembali seperti dahulu kala.Bagaimana cara Sang Prabu memberikan balas jasa itu ?
Beginilah cara beliau. Adalah salah seorang permaisuri Dalem Segening keturunan dari Pradesa Sukahet, parasnya sangat cantik,ayu dan dalam keadaan sedang garbini.Beliaulah yang akan dianugrahkan Dalem Segening dengan dikandung maksud akan dapat menyambung keturunan dalam keluarga Ki Pangeran Tangkas. Maka atas titah Dalem,Ki Pangeran Tangkas menerima untuk dinikahkan dengan permaisuri  I Gusti Ayu Manik Mas  (I Gusti Ayu Sukahet),lalu diupacarai dengan upacara Widi Widana sebagaimana mestinya,disertai tata upacara perkawinan layaknya Sang Ksatriya. Ada permintaan Dalem agar mempelai memegang janji, bahwa mempelai tidak diijinkan mengadakan hubungan alaki rabi (seksual) selama Sang Istri dalam keadaan hamil. Ada dikandung maksud agar putra yang lahir kelak menjadi sempurna.Oleh karena putra yang akan lahir itu adalah hasil hubungan  Ida Dalem Segening. Ki Pangeran Tangkas yang dititahkan itu tidak menolak.Selang berapa lama setelah perkawinan itu,karena kandungan Sang Permaisuri  sudah waktunya,maka lahirlah bayi laki-laki yang sangat sempurna serta sangat tampan berwibawa cukup besar.
Sebagai ciri bahwa ibunya berasal dari keluarga Sukahet,maka anak itu diberi nama I Gusti Pangeran Sukahet.Diceritakan betapa gembiranya hati Ki Pangeran Tangkas, lalu putranya itu diupacarai seperti halnya upacara pemerasan,agar dikemudian hari berhak untuk mewarisi tugas dan kewajiban ayahandanya sebagai kestria terkemuka menjaga keselamatan negara serta mengembangkan keturunan keluarga Tangkas.
Sesudah umurnya cukup dewasa,I Gusti Pangeran Sukahet kelak diberi gelar oleh Dalem,Ki Bendesa Tangkas Kori Agung. Apa sebabnya ia diberi gelar demikian,beginilah keadaannya.Yang disebut Bendesa adalah Banda dan Desa adalah sebutan orang terkemuka yang mengatur pemerintahan di suatu wilayah. Tangkas artinya bahwa beliau adalah sebagai putra keturunan Ki Pangeran Tangkas,Kori Agung berasal dari kandungan yang diperbuat oleh Dalem Segening. Demikianlah asal-usul agar diketahui oleh keturunannya. Cerita dialihkan,tidak diceritakan bagaimana keadaan Ki Pangeran Tangkas yang amatlah girang hatinya, mana kala kawin dengan Sang Putri I Gusti Ayu Sukahet.Entah berapa lama,maka lahirlah seorang putra lagi seorang bayi perempuan yang amat cantik dan diberi nama Luh Tangkas,mengambil nama ayahanda.Setelah dewasa lalu dikawinkan dengan misannya Ki Pasek Gelgel  sebagai sentana Ki Pangeran Tangkas,untuk meneruskan keturunan Tangkas.Berhenti sejenak.
Tersebutlah beliau I Gusti Ngurah Mambal,putra dari I Gusti Kaler ,bersama beliau I Gusti Pangeran Sukahet sudah meningkat dewasa. Amatlah khawatirnya hati I Gusti Kaler dan juga beliau Dalem Segening.Ada rasa takut beliau berdua apabila kelak I Gusti Pangeran Sukahet bersama I Gusti Ngurah Mambal,diperkirakan akan menuntut warisan atau bukti kehadapan beliau Dalem Segening,karena keduanya berasal dari warih Ida Dalem.
Hal itu menyebabkan beliau berdua mencari jalan keluarnya.Satu-satunya jalan mereka berdua dititahkan untuk menjaga keamanan di pesisir barat diperbatasan wilayah Kedatuan Mengwi.Di sanalah agar mereka berdua membangun wilayah pedesaan di dekat desa yang bernama Batu Engsut (Baturening),adapun Ki Pangeran Sukahet agar melanjutkan perjalanan karena sudah direstui oleh Ki Pangeran Tangkas dan mohon diri akan melaksanakan titah Ida Dalem Segening sesuai petunjuk Dalem agar beliau menetap membangun desa sebagai pemimpin di sekitar wilayah pedesaan Giri Ayung,hal ini terjadi pada tahun Caka 1181,dan diberi gelar oleh Ida Dalem Segening ,Ki Bendesa Tangkas Kori Agung  .Ada pesan Ida Dalem Segening kepada Ki Bendesa Gerih agar membangun hutan belantara di sebelah barat desa sebagai batas wilayah Kedatuan Mengwi  dan digunakan sebagai tetelik atau tempat sembunyi manakala diserang oleh musuh pada saat perang.Bet Dalem namanya.
Berdasarkan titah Dalem Segening ,maka dibangunlah hutan lebat yang kelak diberi nama Bet Dalem (Bobot Dalem) artinya orang yang memerintah pradesa itu berasal dari kandungan yang dimiliki oleh Dalem Segening sampai masa yang akan datang. Ki Bendesa Gerih pada saat melaksanakan titah Ida Dalem Segening,diserahi prakanti dua ratus dua puluh (220)orang yang berasal dari keturunan: Pasek Gadung,Pasek Gelegel,Pande Angan Telu,dan Temesi serta didampingi Brahmana Pada untuk menjaga dan memelihara keselamatan beliau.Dalam perjalana diceritakan keturunan Pasek Gaduh atas perkenan Ki Bendesa Gerih sebagian menetap di desa Song Manah ( Semana ).
Prihal orang yang membina dharma agama,maka beliau berpedoman pada Tri Hita Karana,maka beliau membangun Sanggar Kamimitan beserta kelengkapannya sebagai manisfestasi linggih Ida Betara Kawitan  tempat pemujasan sekuwub kulawarga Ki Bendesa Gerih yang diberi nama Pura Dalem Bagendra Sari beserta taman bejinya.Jumlah Pengemong Pura Dalem Bagendra Sari ketika itu sebanyak dua ratus sembilan puluh (290) orang yang bermukim di sekitar wilayah Giri Ayung ( Desa Gerih sekarang ).
Setelah lengkap serta sempurna mengenai tatacara orang membangun desa pekraman maka hal pertama bagi Ki Bendesa Gerih adalah membangun Pura Kayangan Tiga,sebagai tempat penyiwian bagi krama desa pekraman. Serta dibangun pula Pura –pura lainnya.Antara lain Kahyangan Jagat ,Pura Taman Langse tempat penyucian Pralingga,Pura Penghulu,Pura Hulun Siwi,Pura Penunggu,pura yang disiwi oleh yang jumlahnya lebih dari pada kewajiban krama desa pekraman.
( Terjemahan Babad Ki Bendesa Gerih,diterjemahkan oleh Drs.I Wayan Meti ,Dinas Perpustakaan Kab.Badung)