Cari Blog Ini

Rabu, 27 Januari 2010

SORGA WISATA PANTAI


Taman Rekreasi Mertasari Sanur
     Taman rekreasi ini berhadapan dengan Kawasan Wisata Nusa Dua,di sebelah selatan.Agak ketengah ada sebuah pulau kecil,bernama Pulau Serangan atau Pulau Penyu Wisatawan mancanegara menyebutnya Tortoise Island.Dulu pulau ini merupakan tempat  kandang penyu sebelum dikonsumsikan.Kini oleh Pemda setempat pulau itu dijadikan Pilot Proyek Penangkaran Penyu Bali (Chelonia mydas),ditangani oleh Dep.Kehutanan.
Pantai Mertasari pantai yang cocok untuk bersantai ria,sambil madi,berenang,berendam atau berjemur di pasir yang putih. Bila kita menelusuri sepanjang pantai ini,kita akan menyaksikan wisatawan tidur terlentang ,di hamparan pasir putih,bermandikan sinar  matahari, mereka menyebutnya sunbathing. Pemandangan semacam ini ,lumrah di tempat –tempat seperti ini.
Pada hari –hari tertentu pantai Mertasari akan padat dengan penunjung.Lebih-lebih pada hari Manis Kuningan bertepatan dengan hari Minggu,ramainya bukan main.Orang Bali pemeluk agama Hindu yang akan menyeberang ke Pulau Serangan untuk sembahyang di Pura Sakenan,juga memanfaatkan tempat itu.Dan inilah saat-saat terbaik untuk disaksikan.
Rekreasi air lainnya di sini juga ada.Misalnya naik kano,wind surfing atau mungkin sekedar cuci mata,disinipun juga bisa.
Taman Rekreasi Mertasari ,terletak lebih kurang 2,5 kilometer di selatan Grand Bali Beach Hotel,bersebelahan dengan Surya Beach Hotel. Pantainya memang sungguh elok dan luas.Panas matahari tidak begitu terasa,karena puluhan pohon –pohon Ketapang dan Palm  memayungi pantai berpasir putih.Di bawah bayang-bayang pohon itu,dipergunakan orang duduk-duduk ,dengan acaranya masing-masing.Pasangan muda-mudi juga memanfaatkan tempat ini untuk memadu kasih.Juga ada beberapa pedagang di sana. Pedagang tetap atau musiman.Kini tambah ramai lagi disebabkan berdirinya kios-kios cendramata dari hasil kerajinan rakyat Bali,letaknya berdekatan dengan hotel di sisi timur.
Wisatawan yang menginap di hotel-hotel sekitarnya itu,biasa jalan-jalan di Taman Rekreasi itu dan berbaur dengan pengunjung –pengunjung lainnya.Pengunjung yang datang memanfaatkan Taman Rekreasi Mertasari ini biasanya sampai larut malam.

Tri Hita Karana Menjalin Kehidupan Hormonis Bermasyarakat di Bali


A.      Pengertian
Tri Hita Karana,berasal dari bahasa sansekerta.Dari kata Tri yang berarti tiga .Hita berarati sejahtera.Karana berarti penyebab.Pengertian Tri Hita Karara  adalah tiga hal pokok yang menyebabkan kesejahteraan dan kemakmuran.Konsep ini muncul berkaitan erat dengan keberadaan hidup bermasyarakat di Bali. Berawal dari pola hidup Tri Hita Karana ini muncul berkaitan dengan terwujudnya suatu desa adat di Bali.Bukan saja berakibat terwujudnya persekutuan teritorial dan persekutuan hidup atas kepentingan bersama dalam bermasyarakat, juga merupakan persekutuan dalam kesamaan kepercayaan untuk memuja Tuhan atau Sang Hyang Widhi.Dengan demikian suatu ciri khas desa adat di Bali minimal mempunyai tiga unsur pokok,yakni: wilayah,masyarakat,dan tempat suci untuk memuja Tuhan/Sang Hyang Widhi.
Perpaduan tiga unsur itu secara harmonis sebagai landasan untuk terciptanya rasa hidup yang nyaman,tenteram dan damai secara lahiriah maupun bathiniah.Seperti inilah cermin kehidupan desa adat di Bali yang berpolakan Tri Hita Karana.

B.      Bidang Garapan Tri Hita Karana
Adapun bidang garapan Tri Hita Karana dalam kehidupan bermasyarakat ,adalah sebagai berikut:
1.       Bhuana atau Karang Desa ,Alam atau wilayah teritorial dari suatu desa adat yang telah ditentukan secra definitif batas kewilayahannya dengan suatu upacara adat keagamaan.
2.       Krama Desa Adat,yaitu kelompok manusia yang bermasyarakat dan bertempat tinggal di wilayah desa adat yang dipimpim oleh Bendesa Adat serta dibantu oleh  aparatur desa adat lainnya, seperti kelompok Mancagra ,Mancakriya dan Pemangku, bersama-sama masyarakat desa adat membangun keamanan dan kesejahteraan.
3.       Tempat Suci adalah tempat untuk menuja Tuhan/Sang Hyang Widhi .Tuhan/Sang Hyang Widhi sebagai pujaan bersama yang diwujudkan dalam tindakan dan tingkah laku sehari-hari.Tempat pemujaan ini diwujudnyatakan dalam Kahyangan Tiga .Setiap desa adat di Bali wajib memilikinya. Kahyangan Tiga itu adalah : Pura Desa, Pura Puseh,Pura Dalem. Kahyangan Tiga di desa adat di Bali seolah-olah merupakan jiwa dari Karang Desa yang tak terpisahkan dengan seluruh aktifitas dan kehidupan desa.
C.      Manfaat Tri Hita Karana Dalam Kehidupan Sehari-hari dalam Rangka Melestarikan Lingkungan Hidup.
Di dalam kehidupan masysrakat Hindu di Bali ,kesehariannya menganut pola Tri Hita Karana.Tiga unsur ini melekat erat setiap hati sanubari orang Bali. Penerapannya tidak hanya pada pola kehidupan desa adat saja namun tercermin dan berlaku dalam segala bentuk kehidupan berorganisani,seperti organisani pertanian yang bergerak dalam irigari  yakni Subak .Sistem Subak di Bali mempunyai masing-masing wilayah subak yang batas-batasnya ditentukan secara pasti dalam awig-awig subak .Awig-awig memuat aturan-aturan umum yang wajib diindahkan dan dilaksanakan,apabila melanggar dari ketentuan itu akan dikenakan sanksi hukum yang berlaku dalam persubakan.Tri Hita Karana persubakan menyangkut adanya ,ada sawah sebagai areal,ada krama subak  sebagai memilik sawah, dan ada Pura Subak,atau Ulun Suwi tempat pemujaan kepada Tuhan/Sang Hyang Widi dalam manisfestasi sebagai Ida Batari Sri,penguasa kemakmuran.
Desa adat terdiri dari kumpulan kepala keluarga-kepala keluarga,mereka bertanggung jawab atas kelangsungan hidup keluarganya.Setiap keluarga menempati karang desa yang disebut karang sikut satak,Disinilah setiap keluarga mengatur keluarganya. Kehidupan mereka tak lepas dari pola kehidupan Tri Hita Karana.Di setiap rumah/karang desa yang didiami di Timur Laut pekarangan ada Pemerajan/Sanggah Kemulan(Utama Mandala) tempat pemujaan Sang Hyang Widhi oleh keluarga. Bangunan Bale Delod tempat kegiatan upacara,dapur,rumah ada di madya mandala.Dan Kori Agung,Candi Bentar,Angkul-angkul,sebagai pintu masuk pekarangan terletak di batas luar pekarangan.Di samping itu ada teba letaknya di luar pekarangan sikut satak yakni untuk bercocok tanam seperti pisang,manggis,pepaya dan nangka,dan tempat memelihara hewan seperti ayam,babi,sapi,kambing dan lainnya untuk sarana kelengkapan upacara adat .
Setiap unit kehidupan masyarakat Hindu di Bali selalu di atur menurut pola konsepsi Tri Hita Karana. Pola ini telah mencerminkan kehidupan yang harmonis bermasyarakat di Bali. Tidak saja dicermikan dalam kehidupan orang Bali saja,juga kepada mereka yang bukan orang Bali akan diperlakukan sama oleh orang Bali. Banyak para peneliti mancanegara mengadakan penelitian tentang pola kehidupan ini. Sistemnya memang beda dan unik dibandingkan dengan masyarakat lain di Indonesia.
Demikian adanya penerapan konsepsi  Tri Hita Karana dalam kehidupan masyarakat Hindu khususnya di Bali.Bilamana penerapan Tri Hita Karana ini dapat ditebarkan dalam wilayah yang lebih luas di luar sana ,dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh niscaya kesejahteraan,kemakmuran,dan kerahayuan memungkinkan terwujud secara nyata.Hidup rukun sejahtera dirghayu dirgayusa,gemah ripah loh jiwani.


KEINDAHAN OBJEK WISATA ALAM SANGEH

OBJEK wisata alam Sangeh yang terletak di Desa Sangeh, Kabupaten Badung atau sekitar 20 km dari Denpasar, merupakan cagar alam yang banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia .

Selain memiliki pesona wisata hutan yang banyak dihuni oleh ratusan kera ditumbuhi tanaman pala, objek wisata alam ini juga memiliki beberapa misteri di balik keindahannya.

Menurut pengelola objek wisata alam Sangeh, Made Sumohon, kera yang ada di hutan Sangeh memiliki beberapa kelompok yang masing-masing kelompok memiliki satu pemimpin atau bisa dibilang raja dari seluruh raja kera yang ada di Sangeh. Pemimpin tertinggi ini berdiam di tempat yang paling luas. Di tempat raja kera ini tinggal terdapat sebuah Pura Yang sangat terkenal kesakralannya yaitu Pura Bukit Sari.

Entah bagaimana caranya, pemimpin kera dipilih karena memiliki kekuatan dan kharisma yang sangat luar biasa. Bahkan, mereka memiliki hak-hak yang lebih dibanding kera lainnya, seperti saat mengawini kera betina atau saat mendapat jatah makanan. Bisanya raja kera akan mendapat jatah pertama sampai ia puas, sebelum memberikan jatah tersebut pada kera-kera lain.

Kera yang hidup di tengah rerimbunan tanaman pala ( dipterocarpustrinervis ) yang konon dikatakan telah berumur ratusan tahun, bahkan di antara pohon pala tersebut konon ada yang telah berumur lebih dari tiga ratus tahun.

â€Å“Menurut cerita leluhur kami, hutan wisata Sangeh rencananya dibuat sebagai taman dari kerajaan Mengwi. Agar terlihat cantik taman ini ditanami pohon pala yang khusus didatangkan dari Gunung Agung. Sebenarnya rencana pembuatan taman ini sangat dirahasiakan, namun akhirnya pembuatan taman ini diketahui oleh beberapa orang, akibatnya pembuatan taman itu dihentikan, hingga akhirnya kawasan itu diberi nama Sangeh. sang artinya orang dan geh artinya tahu atau melihat, jadi Sangeh diartikan ada orang yang melihat,â€� katanya.

Menurutnya, pengunjung yang sempat mengunjungi taman wisata ini dipastikan akan tertarik dengan keindahan pohon pala yang tumbuh di hutan ini, karena selain tumbuhnya lurus, pohon pala juga memiliki kayu yang sangat bagus. Namun anehnya, menurut beberapa sumber pohon pala Sangeh konon tidak bisa ditanam di tempat lain. Hingga orang-orang yang ingin memiliki kayu pohon pala tidak pernah kesampaian.

Pohon Lanang Wadonâ

Selain pohon pala, masih ada tanaman yang terkenal di hutan Sangeh. Masyarakat setempat biasa menyebutnya pohon lanang wadon , karena bagian bawah pohon itu berlubang sehingga menyerupai alat kelamin perempuan, sedangkan di tengah lubang tersebut tumbuh batang yang mengarah ke bawah yang terlihat seperti alat kelamin pria. Pohon itu tumbuh persis di pelataran depan tempat wisata Sangeh dan sebenarnya merupakan pohon pule. Sementara di Bali, pohon pule memiliki banyak keistimewaan yang digunakan untuk keperluan khusus, misalnya membuat topeng yang dipakai sebagai sungsungan .

Terkait kera-kera Sangeh, dikatakan Sumohon, dahulu memang dikenal sangat liar dan seringkali mengganggu para pengunjung. Kera Sangeh juga dikenal sangat jahil, karena seringkali mengambil barang-barang pengunjung yang akan dikembalikan bila kera-kera tersebut diberi sepotong makanan. Sekarang kera Sangeh tidak lagi seliar dan sejahil dahulu, karena sekarang kera-kera tersebut telah diurus dengan baik, katanya.

Tri Hita Karana Menjalin Kehidupan Hormonis Bermasyarakat di Bali

A. Pengertian

Tri Hita Karana,berasal dari bahasa sansekerta.Dari kata Tri yang berarti tiga .Hita berarati sejahtera.Karana berarti penyebab.Pengertian Tri Hita Karara adalah tiga hal pokok yang menyebabkan kesejahteraan dan kemakmuran.Konsep ini muncul berkaitan erat dengan keberadaan hidup bermasyarakat di Bali. Berawal dari pola hidup Tri Hita Karana ini muncul berkaitan dengan terwujudnya suatu desa adat di Bali.Bukan saja berakibat terwujudnya persekutuan teritorial dan persekutuan hidup atas kepentingan bersama dalam bermasyarakat, juga merupakan persekutuan dalam kesamaan kepercayaan untuk memuja Tuhan atau Sang Hyang Widhi.Dengan demikian suatu ciri khas desa adat di Bali minimal mempunyai tiga unsur pokok,yakni: wilayah,masyarakat,dan tempat suci untuk memuja Tuhan/Sang Hyang Widhi.

Perpaduan tiga unsur itu secara harmonis sebagai landasan untuk terciptanya rasa hidup yang nyaman,tenteram dan damai secara lahiriah maupun bathiniah.Seperti inilah cermin kehidupan desa adat di Bali yang berpolakan Tri Hita Karana.

B. Bidang Garapan Tri Hita Karana

Adapun bidang garapan Tri Hita Karana dalam kehidupan bermasyarakat ,adalah sebagai berikut:

1. Bhuana atau Karang Desa ,Alam atau wilayah teritorial dari suatu desa adat yang telah ditentukan secra definitif batas kewilayahannya dengan suatu upacara adat keagamaan.

2. Krama Desa Adat,yaitu kelompok manusia yang bermasyarakat dan bertempat tinggal di wilayah desa adat yang dipimpim oleh Bendesa Adat serta dibantu oleh aparatur desa adat lainnya, seperti kelompok Mancagra ,Mancakriya dan Pemangku, bersama-sama masyarakat desa adat membangun keamanan dan kesejahteraan.

3. Tempat Suci adalah tempat untuk menuja Tuhan/Sang Hyang Widhi .Tuhan/Sang Hyang Widhi sebagai pujaan bersama yang diwujudkan dalam tindakan dan tingkah laku sehari-hari.Tempat pemujaan ini diwujudnyatakan dalam Kahyangan Tiga .Setiap desa adat di Bali wajib memilikinya. Kahyangan Tiga itu adalah : Pura Desa, Pura Puseh,Pura Dalem. Kahyangan Tiga di desa adat di Bali seolah-olah merupakan jiwa dari Karang Desa yang tak terpisahkan dengan seluruh aktifitas dan kehidupan desa.

C. Manfaat Tri Hita Karana Dalam Kehidupan Sehari-hari dalam Rangka Melestarikan Lingkungan Hidup.

Di dalam kehidupan masysrakat Hindu di Bali ,kesehariannya menganut pola Tri Hita Karana.Tiga unsur ini melekat erat setiap hati sanubari orang Bali. Penerapannya tidak hanya pada pola kehidupan desa adat saja namun tercermin dan berlaku dalam segala bentuk kehidupan berorganisani,seperti organisani pertanian yang bergerak dalam irigari yakni Subak .Sistem Subak di Bali mempunyai masing-masing wilayah subak yang batas-batasnya ditentukan secara pasti dalam awig-awig subak .Awig-awig memuat aturan-aturan umum yang wajib diindahkan dan dilaksanakan,apabila melanggar dari ketentuan itu akan dikenakan sanksi hukum yang berlaku dalam persubakan.Tri Hita Karana persubakan menyangkut adanya ,ada sawah sebagai areal,ada krama subak sebagai memilik sawah, dan ada Pura Subak,atau Ulun Suwi tempat pemujaan kepada Tuhan/Sang Hyang Widi dalam manisfestasi sebagai Ida Batari Sri,penguasa kemakmuran.

Desa adat terdiri dari kumpulan kepala keluarga-kepala keluarga,mereka bertanggung jawab atas kelangsungan hidup keluarganya.Setiap keluarga menempati karang desa yang disebut karang sikut satak,Disinilah setiap keluarga mengatur keluarganya. Kehidupan mereka tak lepas dari pola kehidupan Tri Hita Karana.Di setiap rumah/karang desa yang didiami di Timur Laut pekarangan ada Pemerajan/Sanggah Kemulan(Utama Mandala) tempat pemujaan Sang Hyang Widhi oleh keluarga. Bangunan Bale Delod tempat kegiatan upacara,dapur,rumah ada di madya mandala.Dan Kori Agung,Candi Bentar,Angkul-angkul,sebagai pintu masuk pekarangan terletak di batas luar pekarangan.Di samping itu ada teba letaknya di luar pekarangan sikut satak yakni untuk bercocok tanam seperti pisang,manggis,pepaya dan nangka,dan tempat memelihara hewan seperti ayam,babi,sapi,kambing dan lainnya untuk sarana kelengkapan upacara adat .

Setiap unit kehidupan masyarakat Hindu di Bali selalu di atur menurut pola konsepsi Tri Hita Karana. Pola ini telah mencerminkan kehidupan yang harmonis bermasyarakat di Bali. Tidak saja dicermikan dalam kehidupan orang Bali saja,juga kepada mereka yang bukan orang Bali akan diperlakukan sama oleh orang Bali. Banyak para peneliti mancanegara mengadakan penelitian tentang pola kehidupan ini. Sistemnya memang beda dan unik dibandingkan dengan masyarakat lain di Indonesia.

Demikian adanya penerapan konsepsi Tri Hita Karana dalam kehidupan masyarakat Hindu khususnya di Bali.Bilamana penerapan Tri Hita Karana ini dapat ditebarkan dalam wilayah yang lebih luas di luar sana ,dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh niscaya kesejahteraan,kemakmuran,dan kerahayuan memungkinkan terwujud secara nyata.Hidup rukun sejahtera dirghayu dirgayusa,gemah ripah loh jiwani.

CBclickbank classifieds Program

CBclickbank classifieds Program: "the leading website in internet business solutions with good traffic and real visitors. We promote your business through our classified offerings."

Kamis, 21 Januari 2010

Ki Gusti Gede Bendesa Gerih Menerima Mandat Dari Ida Batari Dewi Danu

Tersebutlah sebuah Danau yang sangat indah.Danau diapit dua buah bukit.Bukit Macan dan Bukit Puncak Mangu terletak di daerah pariwisata Bedugul,Bali. Disamping indah,juga menyimpan banyak legenda sejarah Bali Purba. Sore itu seorang Wong Samar (makluk halus) sedang meniknati panorama Danau Beratan. Dari pakaiannya orang dapat menerka beliau adalah Ki Jagul Tua,raja diraja Wong Samar penguasa Sungai Ayung.Kedatangannya ke Danau Beratan,adalah melepaskan lelah dari perjalanan jauh.

Ketika Ki Jagul Tua istirahat di tepi danau, Ida Batari Dewi Danumelihatnya.Ida Batari Dewi Danu menghampiri Ki Jagul Tua,seraya bersabda, “ Ih Paman Ki Jagul Tua,mengapa ada disini?” Apakah Paman menghadap saya?” Lalu Ida Batari Dewi Danu bersabdanya,”..kebetulan Paman datang menghadap,ada yang ingin saya titipkan kepada Paman. “Maafkan hamba Ratu,kebetulan mampir disini. Apa yang Paduka titipkan,segera katakan”.”Ini Paman.Tolong sampaikan Manik Sekecap ini kepada Ki Gusti Gede Bendesa di Gerih”. Manik Sekecap semacam “jimat”untuk para pemimpin dikala itu. Manik artinya “inti”,sekecap artinya “mumpuni dalam ucapan” . “Paman ini ‘ kulit kepala ikan gabus’berikan kepada Ki Gusti Gede Bendesa di Gerih,agar dapat segera membangun Pura Kayangan dan membangun wilayahnya”. Ki Jagul Tua segera menyembah,”Ya Nyi Ratu, hamba segera laksanakan, ijinkan hamba mohon panit”. “Silahkan Paman”,sahut Ida Batari Dewi.

Ki Jagul Tua,bergegas menuju Puri Cungkub Manik di tepi Sungai Ayung,dekat Song Naung. Tiada berapa lama,sampailah Ki Jagul Tua di Purinya. Ditimangnya “manik sekecap”itu,dan berguman, Kulit Hulu Kepala Gabus ini, tak akan aku sampaikan kepada Ki Gusti Bendesa Gerih.Biarlah aku mengambilnya agar aku kaya raya.Kalau diberikan kepada Ki Gusti Gede Bendesa Gerih,pastilah ia kaya raya. Biarlah aku mengambilnya.Dicobanya keampuhan manik sekecap itu,dengan meninta agar Purinya bertahtakan mutumanikam. Dan berhasil.Puri Cungkub Manik, Puri termegah di dunia “Wong Samar”

Tersebutlah Ki Bendesa Gerih,setelah bekerja membangun desa bersama krama,ia selalu meluangkan waktunya mengail di tepian Sungai Ayung. Memancing adalah kegemarannya.Berangkatlah Ki Bendesa menuju Tibu Beneng.Dan melepaskan pancingnya ke sungai.Tiada berapa lama,umpannya dimakan ikan Julit besar.Tapi sayang pancingnya terputus oleh ikan itu.Dicobanya dengan pancing lain, putus lagi. Betapa malang nasibku,gumannya,dan haripun menjelang malam. Akhirnya ia pulang .Di tengah jalan ia bertemu orang tua. Jero Bendesa ,ganti pancingmu dengan bahan gigi cangkul. Dan orang itupun ngeloyor pergi. Sampai di rumah dikerjakannya apa yang disampaikan orang tua tadi. Dan pancing yang ke 108 buah itupun jadi.

Sore itu cuaca taram temaram.Dilemparnya mata kailnya di Tibu Beneng kembali.Tak berapa lama pancingnya ditarik oleh ikan julit besar. Ditariknya dengan cermat,dan ikan itupun dapat ditangkapnya.Ditaruhnya ikan itu di atas batu pipih yang besar. Ketika akan mengambil pisau kekil untuk menusuk leher ikan itu,tiba-tiba terdengarlah suara orang . “Mohon apun Jero Bendesa,kasihanilah hamba,hamba jangan dibunuh”. Ternyata suara itu berasal dari ikan Julit yang ditangkapnya itu. Dan…segera ikan itu dilepaskan dari mata kail yang menancap dikerongkongannya .Atas budi baik Ki Bendesa,seluruh warga Makluk Halus di tepi Sungai Ayung ini,akan menjadi pengikut yang setia. Dan diberikannya bulu ayam putih kepada Ki Bendesa Gerih,agar datang ke rumahnya,lemparkan bulu ayam i ke pusaran Tibu Beneng.Apabila berputar-putar berceburlah ke dalamnya.

Singkat cerita Ki Gusti Gede Bendesa Gerih pulang,minta ijin pada anak dan istrinya,bahwa beliau akan bepergian selama tiga hari. Bertepatan Tilem Kepitu,berangkatlah Ki Bendesa Gerih menuju tepi Tibu Beneng. Bulu ayam dilempar dan bulu itu berputar-putar ke pusaran air.Ia terjun ke dalam air.Tiba-tiba alam berubah menjadi perkampungan indah,dengan rumah-rumah yang megah.Ia menuju dagang nasi dan bertanya,”Jero dimana rumahnya Ki Jagul Tua ?” Dagang nasi mengantar Ki Bendesa Gerih menuju Puri yang sangat megah. Dalam perjalanan Nyi Dagang Nasi berpesan,”Jero Bendesa Gerih,apabila diberi oleh-oleh mas,selaka,perak jangan mau,mintalah Kulit Kepala Gabus .Itu saja jangan yang lain. Dagang Nasi minta diri.Dan Ki Bendesa Gerih langsung disapa oleh Ki Jagul Tua. Ki Bendesa Gerih tercengang melihat banyak orang sakit kena pancing.Dan Ki Jagul Tua minta tolong untuk mengobatinya. Setelah diberi air maka semua sehat kembali. Setelah berbincang-bincang,akhirnya Ki Bendesa Gerih mohon pamit. “Ki Bendesa,apa yang Anda minta pada hamba sebagai balas budi ,mintalah, disini banyak emas,dan yang lainnya”,sapa Ki Jagul Tua. Akhirnya ki Bendesa Gerih hanya minta Kulit Kepala Gabus saja. Dengan berat hati akhirnya diberikan oleh Ki Jagul Tua,karena itu memang miliknya titipan dari Ida Batari Dewi Danu.

Sampai di rumah .Dicobanya manik sekecap itu,dengan memohon rumahnya agar menjadi Puri yang megah.Minta harta berana. Minta agar perompak yang mengacau wilayahnya tidak berani lagi,dan banyak lagi. Semuanya tercipta dengan menakjubkan.

Alkisah Ki Gusti Bendesa Gerih menjadi pemimpin yang mumpuni.Banyak Pura Kayangan didirikan,dan beliu akhirnya menjadi regen di Tegal Lumbung,dengan banyak kisah kesaktiannya yang sangat menakjubkan dan melegenda di masyarakat luas.

Kekayaan dan kejayaan Ki Gusti Gede Bendesa Gerih,didengar oleh Ki Gusti Ngurah Mambal. Beliau heran darimana kekayaanya itu. Lalu dicarinya informasi melalui Ni Gusti Ayu Rukmini,salah seorang putri Ki Bendesa Gerih. Dan disampaikannya bahwa ayahandanya memiliki Manik Sekecap.

Dari informasi itu, Ki Gusti Ngurah Mambal, bermaksud meminang Ni Gusti Ayu Rukmini.Melalui putrinya itu,memungkinkan Manik Sekecap itu berpindah ketangannya melalui cucunya kelak. Berdasarkan daya upayanya,maka Ni Gusti Ayu Rukmini putri Ki Bendesa Gerih dipinang. Dan disepakati antara kedua belah pihak,maka suatu hari bersiaplah Ki Gusti Ngurah Mambal bersama kerabatnya ke Puri Ki Bendesa Gerih.

Ketika itu hujan sangat lebat,sungai Ayung meluap kebanjiran.Ki Ngurah Mambal tak dapat menyeberangi sungai.Maka oleh Ki Bendesa Gerih,Kulit Kepala Gabus itu di celupkan ke dalam air,dan airpun berbalik kehulu sungai. Upacara pinanganpun berhasil. Singkat cerita,kelak Kepala Ikan Gabus itu diberikan kepada cucunya. Dan Manik Sekecak itu diambil kembali oleh Ida Batari Dewi Danu,ketika I Gusti Ngurah Mambal Dimade cucunya mencuri air Danau Beratan.